ARAHRAKYAT– Pemerintah Kabupaten Agam mengklaim sudah melakukan pengawasan sesuai kewenangannya terhadap aktivitas industri kelapa sawit PT Mutiara Agam yang beroperasi di Tiku Limo Jorong, Kecamatan Tanjung Mutiara.
Hal ini sekaligus membantah tudingan berbagai pihak yang menyatakan Pemerintah Kabupaten Agam tidak serius melakukan pemantauan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Agam, Afniwirman mengaku pemerintah daerah sudah melakukan pembinaan dan memberi sanksi administrasi kepada PT Mutiara Agam.
Di saat pihak perusahaan memohon perpanjangan waktu penyelesaian, pihak Komisi XII DPR RI turun melakukan inspeksi dan menemukan pelanggaran.
Menurutnya, hal ini bukanlah sebuah masalah, karena itu juga merupakan tugas pengawasan dari DPR RI. Sementara pemerintah daerah juga sudah menjalankan tugasnya dalam mengawasi aktivitas operasional perusahaan tersebut.
“Artinya, kita tidak diam selama ini. Untuk PT Mutiara Agam sudah kita lakukan pengawasan sesuai kewenangan kita di pemerintah daerah. Bahkan sudah dua kali kita beri teguran dan sanksi adminstrasi,” kata Afniwirman, Jumat (18/7).
Diutarakan, kekuatan pemerintah daerah, hanya terbatas pada pemberian sanksi secara administrasi dan tidak memiliki wewenang dalam menyegel atau memberi tindakan hukum lainnya.
Ini juga sesuai dengan pemaparan Komisi XII DPR RI yang akan membawa temuan pelanggaran perusahaan tersebut ke pihak Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Makanya statement Komisi XII DPR RI akan membawa hal ini ke Gakkum KLHK, karena prosedurnya seperti itu. Artinya ketika nanti Gakkum turun, selesai itu. Tugas kita kemudian hanya mendampingi,” jelasnya.
Terlepas dari temuan Komisi XII, pemerintah daerah juga mengakui adanya kelalaian PT Mutiara Agam menyangkut tentang penyelesaian perizinannya.
Karena ada penambahan kapasitas mesin pabrik dari 30 ton per jam menjadi 60 ton per jam, yang kemudian menuntut perubahan perizinan.
“Tentu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan izin lingkungannya juga berubah. Perubahan izin tersebut diserahkan ke pihak ketiga, nah kini di pihak ketiga ini lalainya. Apa persoalan, tentu kita tidak sampai kesitu,” jelasnya.
Fungsi Dinas LH sendiri, imbuhnya lagi, hanya memfasilitasi. Ketika pihak perusahaan mengajukan perubahan dokumen lingkungan, dinas kemudian menelaahnya dengan melibatkan tenaga ahli dari perguruan tinggi.
“Setelah dilakukan pembahasan dengan tim ahli, dituangkan dalam bentuk berita acara, lalu dikembalikan ke pemohon sebab ada beberapa hal yang butuh perbaikan. Pengembalian perbaikan dokumen ini ke kami yang tidak tuntas-tuntas,” akunya.
Kemudian lagi, tambahnya, dengan beralihnya kapasitas pabrik, semuanya juga akan berubah, termasuk tungku bakarnya. Ini juga memerlukan perizinan lagi.
“Setelah ditanya ke dinas terkait di Agam, didapati tidak pernah mengeluarkan izin,” katanya.